image

Catatan Ketua MPR RI, Pemerataan Jaringan internet dan Konektivitas Digital yang Murah

Sabtu, 17 Desember 2022 06:13 WIB

Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI/Kandidat Doktor Ilmu Hukum UNPAR/Dosen Tetap Fakultas Hukum, Ilmu Sosial & Ilmu Politik (FHISIP) Universitas Terbuka

TRANSFORMASI digital masih menjadi persoalan tidak mudah bagi sejumlah elemen masyarakat. Ketika negara menghendaki semua warga negara segera bertransformasi, negara pun harus mempercepat ketersediaan infrastruktur digital yang mumpuni. Tak kalah pentingnya adalah segera memastikan cakupan jaringan internet menjangkau  semua wilayah tanah air.

Upaya pemerintah mengatasi keterlambatan membangun infrastruktur digital sejauh ini patut diapresiasi.  Sudah dibangun jaringan kabel serat optik sepanjang 342.000 kilometer di darat dan laut. Ada sembilan satelit telekomunikasi, microwave link, dan jaringan fiber-link untuk mendukung kebutuhan telekomunikasi dan digital.

Tidak kurang dari 500.000 Base Transceiver Stations (BTS) telah dibangun agar sinyal 4G bisa menjangkau berbagai daerah, termasuk daerah terpencil. Pemerintah pun telah meluncurkan operasi komersial sinyal 5G di sembilan kota. Sejak 2019 hingga tahun ini, nilai investasi pemerintah untuk mewujudkan infrastruktur digital sudah Rp75 triliun.  

Nilai tambah dari investasi sebesar itu sangat nyata.  Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), dari 250 juta lebih penduduk Indonesia, jumlah warga pengguna internet pada 2022 sudah mencapai 210 juta orang. Jumlah ini menggambarkan peningkatan sangat signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Karena pemanfaatan internet juga fokus untuk kegiatan bisnis dan perdagangan, maka jadilah Indonesia dengan perekonomian digital yang pertumbuhannya paling impresif di kawasan Asia Tenggara.

Namun, proses transformasi digital masih menyisakan banyak pekerjaan. Utamanya mempercepat ketersediaan infrastruktur digital yang mumpuni, dan memastikan bahwa cakupan jaringan internet menjangkau  semua wilayah tanah air. Dan, tentu saja dengan kualitas jaringan yang dapat diandalkan. Semangat dan targetnya adalah tidak boleh ada warga negara yang minim akses untuk beradaptasi dengan perubahan zaman.  Maka, tidaklah berlebihan jika jaringan internet di dalam negeri dapat menjangkau 38 provinsi, 416 kabupaten, 98 kota dan 83.381 desa.

Hingga saat ini, sebagian komunitas masih mengeluhkan kualitas layanan jaringan internet. Jadi, persoalan dan tantangannya bukan lagi sekadar internet yang menjangkau seluruh wilayah tanah air, melainkan juga kualitas atau kecepatan layanan jaringan itu.

Persoalan lainnya juga dapat dibaca dari Data APJII tahun ini. Disebutkan bahwa baru 210 juga warga yang memiliki akses internet. Berarti, lebih dari 40 juta warga belum memiliki akses atau konektivitas untuk ikut bertransformasi digital. Data ini mengonfirmasi bahwa sekitar 20 ribu desa dari 83.381 ribu desa belum memiliki akses internet. Maka, menjadi kewajiban negara pula untuk memastikan tidak ada warga negara yang tertinggal dalam periode transformasi digital sekarang ini. Kesenjangan digital seperti ini hendaknya tidak ditolerir lagi.

Selain itu, perhatian ekstra juga patut diarahkan pada kebutuhan jaringan internet di sekolah dan kampus, tempat anak-anak dan orang muda menimba ilmu dan bertransformasi guna beradaptasi dengan perubahan zaman. Sejak tahun 2020, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) melaporkan, masih ada puluhan ribu sekolah belum terjangkau jaringan internet dan ribuan sekolah lainnya belum mendapat aliran daya listrik.

Bahkan, masih banyak kampus pada kota-kota besar di Jawa pun menghadapi hambatan karena buruknya kualitas jaringan internet. Hambatan ini hendaknya segera diatasi karena sekolah dan kampus sudah memasuki era digitalisasi pendidikan.

Masalah lain yang juga selalu menjadi gunjingan atau keluhan masyarakat kebanyakan adalah beban biaya untuk bertransformasi digital. Sebagian besar masyarakat mengakses internet dengan keharusan belanja paket data menggunakan perangkat seluler. Dari 210 juta orang pengguna internet, menurut APJII, hanya 14,5 persen konsumen yang mengakses internet melalui atau berlangganan fixed broadband  (jaringan pita lebar telekomunikasi) di rumah.

Sedangkan 85 persen lebih dari 210 juta pengguna internet itu harus belanja paket data secara regular. Tentu saja fakta ini menjelaskan bahwa ada tambahan pengeluaran atau belanja rumah tangga untuk paket data internet. Bagi ibu rumah tangga, tambahan pengeluaran ini praktis tak terelakan, terutama untuk kebutuhan anak usia sekolah hingga mahasiswa. Tidak ada orang tua yang rela anak-anaknya gagal bertransformasi di era digital.

Masalah beban biaya bagi masyarakat kebanyakan untuk bertransformasi ini hendaknya juga menjadi perhatian pemerintah dan para praktisi bisnis penyedia jaringan internet atau internet service provider (ISP). Karena menjadi faktor utama dalam digitalisasi, paket data atau kuota internet praktis menjadi kebutuhan rutin setiap orang.  Karena berstatus kebutuhan rutin, harga atau tarif kuota internet hendaknya tidak terlalu membebani rumah tangga.

Jangan lupa bahwa  masih ada warga miskin. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin per Maret 2022 mencapai 26,16 juta orang atau 9,54 persen dari total penduduk.  Pendaptan per kapita memang dilaporkan terus bertumbuh, tetapi faktor ini belum mampu menghilangkan fakta tentang kesenjangan ekonomi dalam masyarakat. Dua faktor ini hendaknya juga dijadikan acuan dalam merumuskan besaran harga atau tarif internet, yang kini sudah menjadi kebutuhan rutin semua elemen masyarakat.

Fakta bahwa belum semua wilayah tanah air bisa dilayani jaringan pita lebar telekomunikasi hendaknya dimaknai sebagai tantangan yang harus segera direspons. Memang, sungguh tidak mudah mewujudkan konektivitas digital untuk wilayah seluas Indonesia dengan rangkaian daratan yang mencakup lebih dari 17.000 pulau.

Namun, karena negara-bangsa sudah berkehendak dan berketetapan mendorong semua warga negara segera bertransformasi digital seturut perubahan zaman, konektivitas digital berskala nasional harus segera diwujudkan, dengan sebisa mungkin tidak memberi beban berlebih kepada semua rumah tangga.

Maka, negara harus mempercepat ketersediaan infrastruktur digital yang mumpuni, dan segera memastikan cakupan jaringan internet menjangkau  semua wilayah tanah air.


Anggota Terkait :

Dr. H. BAMBANG SOESATYO, S.E., S.H., M.B.A.