image

HNW : Muhammadiyah Menyebut Indonesia adalah Darul Ahdi Wa Syahadah

Minggu, 22 Mei 2022 15:52 WIB

Salatiga,- Dihadapan Keluarga Besar Pimpinan Wilayah (PW) Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah, Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid MA, kembali mengoreksi Istilah Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan yang kerap di sebut  masyarakat. Istilah itu menurut Hidayat,  tidak boleh digunakan lagi, karena sudah dilarang oleh Mahkamah Konstitusi. Sebagai gantinya digunakanlah istilah Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, (Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar  Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi negara, NKRI sebagai Bentuk Negara dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara).

"Sosialisasi Empat Pilar MPR dengan masyarakat khususnya warga Muhammadiyah tidak dimaksudkan untuk menggurui, maupun seperti mengasini air laut. Tetapi mengingatkan kembali hasil kesepakatan para pendiri bangsa agar selalu dilaksanakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena saat ini, banyak orang yang sudah melupakan kesepakatan para pendiri bangsa. Bahkan ada kelompok masyarakat yang mencoba memisahkan bangsa Indonesia dari dasar dan ideologi serta konstitusi negaranya. Ada juga yang berniat menganti Pancasila dengan dasar dan ideologi yang  kain," kata Hidayat Nur Wahid menambahkan.

Pernyataan itu disampaikan Hidayat Nur Wahid pada acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, kerjasama MPR dengan Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Provinsi Jawa Tengah. Acara tersebut berlangsung di Hotel Le Beringin Kota Salatiga, Sabtu (21/5/2022) malam. Ikut hadir pada acara tersebut Wakil Walikota Salatiga Dr. H. Muh. Haris, M.Si, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Dr. H. Imam Sutomo, Bendahara Umum PP Pemuda Muhammadiyah  Zaedi Basiturrazaq, Ketua PW Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah  Eko Pujiatmoko, S.E., M.Ak. Direktur LBH PP Muhammadiyah Taufik Nugroho, S.H., M.H. Serta Direktur LBH PWM Jawa Tengah Ponxi Yoga Wiguna, S.H., M.H

Salah satu contoh banyaknya orang yang lupa terhadap UUD NRI Tahun 1945, kata Hidayat bisa ditemukan pada saat terjadi serangan Israel terhadap warga Palestina tahun 2021. Saat itu ada sekelompok orang yang mencemooh dan meributkan bantuan masyarakat Indonesia kepada warga Palestina. Tak hanya mencemooh, mereka juga mencoba mengusik aksi kemanusiaan tersebut.

"Mereka lupa bahwa alinea pertama pembukaan UUD NRI Tahun 1945 tegas mengatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Oleh karena itu bangsa Indonesia menolak penjajahan di atas dunia. Sikap seperti itu sudah dijaga dan dipertahankan oleh semua presiden Indonesia, dari Ir. Soekarno hingga Joko Widodo. Inilah buktinya bahwa kesepakatan para  pendiri  bangsa Indonesia seperti yang ada pada pembukaan UUD NRI 1945, itu harus selalu disosialisasikan agar senantiasa diingat dan terus dijalankan," kata Hidayat menambahkan.

Terbaru, bukti banyaknya orang Indonesia yang melupakan kesepakatan para pendiri bangsa bisa ditemukan pada kasus maraknya aksi lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT). Kasus ini mulai viral karena unggahan Deddy Corbuzier meski kemudian sang pemilik account  meminta maaf dan menurunkan contennya. Tetapi kasus LGBT kembali menghangat karena pengibaran bendera LGBT di Kedubes Inggris.

"Sila pertama dasar dan ideologi negara adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Inilah kesepakatan para pendiri bangsa. Pertanyaannya, agama mana yang mentolerir LGBT, pasangan yang mencintai sesama jenisnya. Mereka ini harus diingatkan, bahwa LGBT bertentangan dengan Pancasila. Dan inilah buktinya bahwa Pancasila masih sangat perlu disosialisasikan," kata Hidayat lagi.

Sementara upaya untuk mengganti Pancasila dengan dasar dan Ideologi yang lain, kata Hidayat pernah dilakukan oleh PKI. Melalui pemberontakan yang terjadi pada September 1948 dan 1965, PKI berusaha mengganti Pancasila dengan ideologi komunisme. Dimasa kini, upaya untuk merubah kesepakatan para pendiri bangsa masih terus dilakukan. Buktinya adalah munculnya RUU Haluan Ideologi Pancasila. Karena dalam RUU itu masih menyebut soal Trisila dan Ekasila. Itu berarti menurunkan  derajat Pancasila. Dan tidak mengakui Kesepakatan para pendiri bangsa tentang dasar dan Ideologi negara, pada 18 Agustus 1945.

"Kesepakatan para pendiri bangsa tentang Pancasila dan UUD NRI 1945 sudah final. Bahkan, saat UUD diamandemen pada era reformasi, dinyatakan  bahwa pembukaan UUD yang di dalamnya ada teks Pancasila tidak boleh diubah. Selain pembukaan, bentuk negara NKRI juga sudah final tidak boleh mengalami perubahan," kata Hidayat lagi.

Kesepakatan para pendiri bangsa tentang dasar dan ideologi negara menurut HNW sapaan Hidayat Nur Wahid harus senantiasa dijaga dan dilestarikan. Karena proses keputusannya melibatkan seluruh wakil bangsa Indonesia.  Lintas agama dan kaum nasionalis, juga seluruh perwakilan ras dan suku bangsa.

"Muhammadiyah termasuk yang selalu ikut aktif bersama, NU dan  ormas Islam lain, juga ormas non Islam serta  tokoh nasionalis. Mulai dari KH. Ahmad Dahlan yang ikut mendirikan Budiutomo dan Jamiatul Khair. Kemudian pada masa persiapan kemerdekaan muncul tokoh Muhammadiyah lainnya, seperti KH. Mas Mansyur, Kahar Muzakir,  Ki Bagus hadikusumo, hingga Mr. Kasman Singodimedjo. Karena itu munculnya kasus Islamophobia maupun Indonesiaphobia, juga upaya memisahkan antara  Islam dari Indonesia  adalah bukti penguasaan sejarah yang masih dangkal. Mereka harus mau memperdalam pelajaran sejarah bangsanya," kata HNW menambahkan.

Sejak dulu kata HNW  para tokoh Islam, bersama non Islam dan nasionalis sudah saling mengikat satu sama lain. Karena itu Muhammadiyah menyebut bangunan permusyawaratan yang membentuk Indonesia sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah, artinya Negara kesepakatan dari perjanjian yang disepakati.


Anggota Terkait :

Dr. H. M. HIDAYAT NUR WAHID, M.A.