image

HNW Dukung Peningkatan Kualitas Pendidikan Keagamaan Untuk Indonesia Yang Bermartabat

Jumat, 26 Agustus 2022 08:25 WIB

Anggota Komisi VIII DPR RI yang sekaligus Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA ikut mendorong agar kualitas pendidikan keagamaan kelas menengah di Indonesia untuk terus ditingkatkan agar bisa jadi mitra dalam berkompetisi dengan sekolah umum, guna terus menghasilkan budaya dan anak didik yang berakhlak mulia atau berbudi pekerti yang baik yang berdampak positif bagi masa depan anak didik generasi milenial, Y maupun Z, untuk kejayaan bangsa dan negara menyongsong satu abad Indonesia Merdeka.

Hal tersebut disampaikan oleh Hidayat di dalam Rapat Dengar Pendapat Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII tentang Pengawasan Pendidikan Keagamaan di Gedung DPR RI, Kamis (25/8). Rapat tersebut dihadiri oleh pimpinan Pondok Pesantren Modern Darrusalam Gontor Prof. Dr. KH. Amal Fathullah Zarkasyi, MA, Kepala Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong Dr. Abdul Basit, S.Ag, MM dan Kepala Sekolah SMA Katolik Samosir Sumatera Utara.

HNW sapaan akrabnya mengatakan bahwa peran pendidikan keagamaan di Indonesia secara umum selama ini sudah berjalan dengan baik. Hal ini terbukti dengan tidak adanya kasus-kasus tawuran antar pelajar dari sekolah keagamaan atau beredarnya narkotika di kalangan sekolah keagamaan. “Kita tidak pernah mendengar kasus seperti itu di sekolah pendidikan keagamaan,” ujarnya.

Namun, lanjutnya, di dalam beberapa tahun terakhir terjadi beberapa kasus pelecehan seksual yang sangat miris terjadi di lingkungan pendidikan keagamaan. Walaupun kasus semacam itu juga bermunculan di lingkungan pendidikan umum, tetapi tetap saja persoalan ini juga jadi perhatian dan perlu dikoreksi agar tidak terulang lagi terjadi.

“Jangan sampai pendidikan keagamaan ini hanya sekadar teori. Sehingga terjadi kasus-kasus semacam itu seperti di Bandung dan Jombang,” ujarnya.

Oleh karenanya, HNW berharap agar success story atau best practice dari MAN Insan Cendekia dan Pondok Pesantren Gontor, serta pendidikan keagamaan lainnya bisa dijadikan rujukan bagi yang lain. “Kami ingin memperoleh info yang lebih dalam, bagaimana ponpes, MAN dan pendidikan keagamaan lainnya yang sudah berhasil menginternalisasi nilai-nilai agama sehingga menghasilkan budaya dan anak didik yang memiliki budi pekerti yang baik, yang bisa berkiprah secara konstruktif karena kualitas diri dan ethos yang terbangun bersama hadirnya pendidikan beragama yg berkualitas,” tukasnya.

HNW mengatakan budi pekerti yang baik atau akhlak mulia merupakan wujud dari tujuan pendidikan yang disebut dalam Pasal 31 ayat (3) UUD NRI 1945. Ketentuan itu berbunyi, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdasarkan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”

Lebih lanjut, HNW menegaskan bahwa budi pekerti baik atau akhlak mulia yang perlu dikedepankan oleh pendidikan keagamaan, dan tentu juga pendidikan umum. Oleh karenanya, HNW menolak keras apabila ada wacana yang ingin mengeluarkan madrasah dari UU Sistem Pendidikan Nasional.

“Saya selalu mengapresiasi MAN Insan Cendekia yang siswanya kerap memperoleh juara akademik di tingkat internasional. Bahkan tahun 2021 dinyatakan sebagai juara ranking I tingkat Nasional untuk sekolah-sekolah tingkat menengah atas. Ini membuktikan bahwa Madrasah dan siswa madrasah tidak kalah dengan siswa dari sekolah-sekolah umum. Jadi, sudah sepatutnya agar sekolah keagamaan seperti Madrasah dan siswa madrasah tidak diremehkan lagi, tidak dianaktirikan, tapi diberlakukan secara adil, termasuk dalam hal kebijakan anggaran,” tambahnya.

Karenanya sangat penting pemerintah perlu memberi perhatian serius dan membantu agar pendidikan keagamaan, seperti madrasah, pesantren dan lainnya untuk berkembang. Sebagai contoh, untuk pesantren, sudah ada UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan peraturan pelaksananya yang mengatur Dana Abadi Pesantren.

“Saya sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Dr. KH. Amal Fathullah Zarkasyi, MA bahwa negara harus hadir secara adil. Dan terkait dengan bantuan, jangan sampai terjadi diskriminasi dan tidak adil apalagi banyak laporan yang menyebutkan banyaknya pesantren fiktif yang masih mendapat bantuan dari Kemenag, sementara Pesantren yang benar-benar eksis dan layak dibantu malah tidak mendapatkan pemenuhan haknya untuk mendapat bantuan dari Kemenag. Ini sekaligus mengingatkan Kemenag agar adil baik dalam penyusunan anggaran maupun dalam penyaluran anggaran tersebut. Ini semua tentu untuk meningkatkan kualitas pesantren sebagai salah satu bentuk pendidikan keagamaan di Indonesia, yang peran dan jasanya untuk Negara dan Bangsa Indonesia sudah berlaku bahkan sebelum Indonesia Merdeka,” pungkasnya.


Anggota Terkait :

Dr. H. M. HIDAYAT NUR WAHID, M.A.