image

HNW Mengajak Bangsa Indonesia Konsisten Menjalankan Konstitusi

Sabtu, 23 April 2022 17:59 WIB

Jakarta,-  Wakil Ketua MPR-RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid MA mengingatkan,  sesudah UUD 1945  mengalami perubahan, sejak itu kedaulatan di Indonesia tidak berada di MPR atau pejabat eksekutif, melainkan di tangan Rakyat. Ini merupakan pengamalan dari perubahan pasal 1 ayat 2  UUD NRI 1945. Pasal tersebut berbunyi, kedaulatan berada di tangan Rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.

“Sekarang yang memilih Presiden adalah rakyat, bukan MPR. Demikian juga   Gubernur, Wali Kota, dan berbagai pejabat publik lainnya. Sehingga  setiap kebijakan yang diambil eksekutif maupun legislatif,  di tingkat pusat maupun daerah,  tidak boleh menabrak ketentuan konstitusi. Selalu mempertimbangkan aspirasi dan maslahat rakyat. Sehingga para pimpinan bangsa baik ditingkat Nasional maupun lokal, bahkan yang terdepan dan sepanjang waktu berhadapan dengan Rakyat seperti para RT dan RW, harus memahami aturan-aturan dalam Konstitusi untuk dijalankan,” kata Hidayat Nur Wahid pada Sosialisasi Empat Pilar MPR-RI, kerjasama MPR  bersama Forum Birokrat Masyarakat yang melibatkan banyak RT & RW di Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat, Kamis (21/4/2022).

Hadir dalam kegiatan tersebut Ketua Umum FBM Ahmad Sahal, Anggota Dewan Kota Jakarta Selatan Dr. Said Kutub, Ketua FBM Kota dan Kecamatan se-Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Perwakilan Lembaga Musyawarah Kelurahan, hingga ketua RW dan ketua RW se-Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Turut hadir pula struktur DPW Partai Keadilan Sejahtera DKI Jakarta hingga DPD se-Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.

Bila ada ajakan melakukan sesuatu yang melanggar konstitusi, menurut HNW panggilan akrab Hidayat Nur Wahid, wajarnya ditolak. Karena pelanggaran ketentuan konstitusi termasuk masalah perpanjangan masa jabatan Presiden, tidak membawa dampak positif bagi bangsa dan negara. Sebaliknya malah  membahayakan kepercayaan Rakyat terhadap demokrasi, yang berdampak negatif kepada harmoni yang kuatkan NKRI.

HNW menilai, kedaulatan rakyat belakangan ini banyak diabaikan atau dimanipulasi oleh segelintir pejabat. Misalnya dalam isu Presiden 3 periode. “Ada yang mengklaim memiliki 110 juta big data pendukung tiga periode, ada yang memanipulasi dukungan Ulama Banten, ada pula yang memanipulasi forum kepala desa (Apdesi) untuk mendukung agenda tersebut. Mereka mengira warga tidak paham Konstitusi. Tapi setelah dijelaskan muncullah bantahan-bantahan oleh banyak pihak yang berkompeten dan mementahkan manuver tak bertanggung jawab itu. Karena konstitusi telah dengan sangat jelas membatasi masa jabatan Presiden hingga maksimal 2 periode, dan per 5 tahun di selenggarakan Pemilu. ketentuan soal masa jabatan itu sudah tegas tertulis dalam Konstitusi,” sambungnya.

HNW mengajak pimpinan dan tokoh di tingkat masyarakat untuk memahami konstitusi dengan baik dan benar, agar bisa menghadirkan harmoni bagi masyarakat. Dan tidak mudah diadu domba oleh isu-isu inkonstitusional.

Hidayat menekankan bahwa Indonesia adalah negara Demokrasi, di mana aturan yang sudah disepakati harusnya ditaati bersama. Seperti soal masa jabatan Presiden maksimal 5 tahun sekali. Juga keputusan KPU dengan DPR dan Pemerintah pada 24/1/2022 bahwa Pemilu akan diselenggarakan pada 14 Februari 2024. Jika konstitusi yang berlaku mudah dilanggar dan diubah-ubah untuk kepentingan kekuasaan dan oligarki,  bisa berdampak pada munculnya friksi dan disharmoni di kalangan masyarakat akar rumput. Maka,  upaya-upaya melawan konstitusi, itu penting dikoreksi dan dicegah,  juga oleh pengurus  RT, RW, Lurah dan seluruh pemimpin masyarakat yang bersentuhan langsung dengan Rakyat.

"Semua upaya memanipulasi, itu bukan lagi demokrasi, melainkan democrazy, yang membahayakan kesatuan warga dan masa depan NKRI,” ujarnya.

“Demokrasi membuka ruang agar aturan yang ada ditaati, dan konstitusi dipedomani secara jujur dan konsisten. Serta suara rakyat benar-benar diperhatikan. Oleh karena itu merupakan suatu hal konstitusional ketika rakyat bersikap kritis dan menolak pihak-pihak yang hendak melanggar kesepakatan bersama yang sudah tertuang dalam konstitusi kita, seperti soal penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan Presiden,” lanjutnya..

Hadirnya koridor konstitusi  kata HNW pada dasarnya adalah untuk merealisasikan cita-cita Indonesia merdeka. Diantaranya yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, termasuk untuk warga di tingkat desa/kampung dengan pimpinannya para Lurah, RW dan RT.

Yang terjadi sekarang, alih-alih memakmurkan, banyak Rakyat yang justru menilai Pemerintah banyak tidak mendengarkan jerit kesusahan Rakyat, dengan kenaikan harga-harga. Seperti harga minyak goreng, tahu tempe, BBM, hingga listrik. Ditambahi dengan manuver-manuver untuk penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan Presiden. Dalam kondisi demikian wajar bila rakyat mengkritisi dan mempertanyakan arah daripada demokrasi Indonesia.

“Kedaulatan di tangan rakyat, dengan harapan kebijakan negara dapat membawa maslahat bagi rakyat, serta mengamalkan dasar negara Pancasila yang sila kelimanya berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Itulah makna demokrasi Indonesia yang tidak boleh ditabrak oleh siapa pun dengan dalih apa pun termasuk untuk perpanjangan masa jabatan Presiden. Dalam kondisi sulit akibat covid-19, mestinya semua pihak  menjaga harmoni, menghindarkan friksi dan ketegangan sosial, akibat adanya upaya menentang Konstitusi. Semua, ini akan bisa dihindari bila para Pemimpin Bangsa memahami dan melaksanakan Empat  pilar MPR-RI termasuk dalam mengamalkan Pancasila dan UUDNRI 1945 secara baik, benar dan konsisten,” pungkasnya.


Anggota Terkait :

Dr. H. M. HIDAYAT NUR WAHID, M.A.