image

HNW: Usulan Perpanjangan Jabatan Presiden, Inkonstitusional

Senin, 10 Januari 2022 16:54 WIB

Jakarta,- Wakil Ketua MPR-RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid MA, menanggapi usulan dunia usaha yang disampaikan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia (9/1/2022) agar Pemilihan Presiden tahun 2024 dimundurkan. Hidayat menegaskan  wacana tersebut tidak sesuai dengan ketentuan konstitusi (UUD NRI 1945).  Juga tidak kondusif bagi iklim berusaha, karena usulan itu memantik polemik yang bisa menghadirkan ketidakpastian hukum sehingga tidak kondusif Bagi perkembangan gerak ekonomi dan investasi.

HNW justru meminta dunia usaha yang telah dibantu ratusan Triliun rupiah via APBN itu untuk fokus menghadirkan kondisi yang kondusif melaksanakan ketentuan konstitusi. Dan bersama-sama dengan negara serta  rakyat berkontribusi maksimal mengatasi masalah ekonomi dan sosial dampak dari covid-19.

“Ketentuan masa jabatan Presiden bukanlah domainnya Pengusaha, melainkan UUD NRI 1945. Aturan-aturannya  sangat jelas dan tegas. Pasal 7 UUD NRI 1945 hanya membolehkan Presiden menjabat maksimal dua periode, dan pasal 22E mengamanatkan agar Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Artinya sudah fixed, tidak ada alternatif konstitusional untuk perpanjangan menjadi 3 periode, maupun penambahan 3 tahun untuk periode ke dua karena itu tidak sesuai dengan Konstitusi. Apalagi untuk bisa mengubah ketentuan UUD itu, kewenangannya sesuai dengan UUD adanya di MPR (pasal 37), dan di MPR tidak ada agenda perubahan UUD untuk memperpanjang masa jabatan Presiden. Dan tidak ada satu pun anggota MPR yang mengusulkan perubahan itu. Padahal UUD mengatur  syarat minimal jumlah pengusul yaitu 1/3 anggota MPR yaitu 237 anggota MPR. Maka wajar bila Pemerintah dan DPR sepakat, bahwa Pemilu (legislatif maupun pilpres/eksekutif) dilaksanakan sesuai ketentuan UUDNRI 1945 dan UU Pemilu. Yaitu pada tahun 2024. Ketentuan Konstitusi ini harus ditaati dan dihormati semua warga, termasuk dari kalangan pengusaha," ujar Hidayat dalam keterangannya, Senin (10/1/2021).

Apalagi pandemi covid-19. Kata HNW sapaan Hidayat Nur Wahid  juga terjadi di semua negara demokratis. Seperti Amerika Serikat, Iran, New Zealand, dengan segala dampak sosial dan ekonominya. Tetapi tak ada yang karena alasan ekonomi akibat covid-19 kemudian mengubah konstitusinya untuk menambahkan masa jabatan bagi Presiden.

Usulan penambahan masa jabatan presiden, kata HNW  justru akan merugikan dunia usaha sendiri. Lantaran akan memunculkan ketidakpastian hukum, sesuatu yang tidak disukai oleh dunia usaha. Belum lagi polemik yang timbul di masyarakat bisa memberikan guncangan pada stabilitas sosial-politik yang berdampak negatif ke dunia usaha di Indonesia.

“Usulan tersebut justru paradoks dengan tradisi dunia usaha yang  menuntut kepastian hukum, agar bisnis dan investasi lancar. Sehingga patut dipertanyakan apakah benar usulan tersebut datang dari mayoritas pengusaha atau justru dari segelintir pengusaha yang berkepentingan saja,” lanjutnya.

Berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia dan survey-survey lainnya, kata HNW mayoritas masyarakat Indonesia menolak perpanjangan masa jabatan Presiden. Penolakan tersebut terjadi lebih tinggi di kelompok masyarakat yang memiliki pengetahuan soal ketentuan masa jabatan Presiden sebagaimana yang tercantum di Konstitusi.

“Jika ada pengusaha yang menginginkan perpanjangan periode Presiden dan penundaan Pemilu karena faktor ekonomi, maka tentu wawasan kebangsaan dan pemahaman konstitusinya perlu ditingkatkan. Kami di MPR siap untuk mensosialisasikan pemahaman berkonstitusi secara benar itu kepada dunia usaha,” ujarnya.

Hidayat  mengingatkan selama pandemi covid-19, dunia usaha sudah “dimanjakan” oleh APBN melalui beragam bantuan dan insentif yang jumlahnya meningkat dari tahun 2020 ke tahun 2021. Pada tahun 2020, anggaran PEN untuk Korporasi-UMKM dan insentif usaha sebesar Rp 170 Triliun. Pada tahun 2021, anggaran tersebut meningkat menjadi Rp 230 Triliun.

“Keberpihakan Negara kepada dunia usaha tersebut seharusnya membuat dunia usaha membalas dengan kontribusi nyata bangkitnya ekonomi dan lancarnya investasi. Tidak malah melemparkan usulan yang kontroversial, polemis, menabrak konstitusi dan karenanya tidak kondusif untuk memperbaiki dunia usaha. Mestinya Menteri Investasi justru ingatkan para pengusaha yang sudah nikmati insentif modal dan pajak itu untuk taati konstitusi agar hadirkan kondisi yang kondusif untuk dunia usaha dan politik, dan mengatasi dampak-dampak dari covid-19 dengan segala variannya, menciptakan stabilitas kondisi sosial ekonomi dan politik yang kondusif menuju transisi kepemimpinan nasional pada tahun 2024 nanti,” pungkasnya.


Anggota Terkait :

Dr. H. M. HIDAYAT NUR WAHID, M.A.