image

Kunjungi Freeport, Bamsoet Tegaskan Freeport Harus Beri Kesejehteraan Rakyat Papua

Senin, 30 Maret 2020 00:00 WIB

Sukses film Laskar Pelangi dalam memecahkan rekor jumlah penonton memberi pembelajaran bahwa penonton film Indonesia bisa menerima inovasi. Mira Lesmana dari Miles Films yang memproduksi film ini mengatakan, sampai Rabu (12/11), pemutaran Laskar Pelangi di 100 layar bioskop di 25 kota menyedot lebih dari 4,4 juta penonton. Padahal, Kamis kemarin, jumlah kota yang memutar film itu bertambah dengan Padang, Tasikmalaya, dan Ambon. Sebelumnya, Ayat-ayat Cinta ditonton 3,7 juta penonton (Kompas, 26/10).

Jumlah penonton itu belum termasuk penonton layar tancap untuk menjangkau penonton di daerah yang belum memiliki gedung bioskop.

Menurut Mira, layar tancap di tiga lokasi di Belitung, tempat cerita berlokasi, menyedot penonton lebih dari 60.000 penonton dan di Bangka sekitar 80.000-an orang. Pemutaran layar tancap juga dilakukan di Rantau (Sumatera Utara) dan akan dilakukan di Natuna, Aceh (enam lokasi), Lombok, serta Papua di Timika, Sorong, dan Jayapura.

Kabar gembira lainnya, film ini menjadi salah satu film yang terpilih untuk menjadi bagian dari Berlin International Film Festival atau Berlinale 2009. Festival ini adalah sebuah peristiwa budaya terpenting di Jerman yang juga adalah salah satu festival film internasional paling bergengsi di dunia.

Film Laskar Pelangi diangkat dari novel berjudul sama karya Andrea Hirata. Film ini mengangkat realitas sosial masyarakat Belitung, tentang persahabatan, kegigihan dan harapan, dalam bingkai kemiskinan dan ketimpangan kelas sosial.

"Jumlah penonton dan panjangnya masa pemutaran film sejak 25 September memperlihatkan penonton butuh sesuatu yang baru, yang inovatif, walau yang ditampilkan realitas tidak gemerlap," papar Mira.

Selama ini, kebanyakan film Indonesia bertema drama cinta, horor, dan komedi, sementara Miles Films dalam empat film terakhirnya menggarap tema realisme sosial-politik.

Mira mengakui, inovasi itu tidak selalu berhasil secara komersial. Contohnya Gie, juga produksi Miles Films. Meskipun dari sisi kritik film dan kreativitas bagus, tetapi tidak sesukses Laskar Pelangi dalam pemasaran.

Produksi film ini menghabiskan biaya Rp 9 miliar dan 90 persen dikerjakan di dalam negeri. "Sound mixing dengan sistem Dolby dan transfer optis untuk suara belum bisa dikerjakan di dalam negeri," ujar Mira.

Miles Films dan para investor, antara lain Mizan Publishing, kini bersiap memproduksi lanjutan Laskar Pelangi. Sang Pemimpi adalah bagian novel tetralogi Andrea Hirata. (sumber: kompas.com)