image

M. Syukur : 9 Tahun dan Otonom Desa Lebih Efektif

Rabu, 18 Januari 2023 18:54 WIB

18 Januari 2023 Terjadi massa memadati pintu depan Gedung MPR-DPR-DPD Senayan – Jakarta. Itulah kerumunan kepala desa seluruh Tanah Air. Mereka menuntut masa jabatannya diperpanjang: dari enam tahun menjadi sembilan tahun. Sebuah tuntutan yang layak dicerna secara rasional dan proporsional.

Ketua Kelompok DPD RI, M. Syukur bukan hanya memahami tuntutan itu, tapi juga menyetujuinya. Landasannya, masa jebatan kepala desa selama enam tahun sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 39 ayat 1 UU No. 6 Tahun 2014 tentang pemerintahan desa dinilai kurang. Hal ini tak lepas dari tuntutan pembangunan di pedesaan, sementara dukungan sumber daya manusianya – secara umum – kurang menunjang untuk menjalankan misi pembangunan yang diharapkan.

Sebagaimana karakter wilayah pedesaan yang pada umumnya didominasi sektor pertanian – lanjut M. Syukur, wakil daerah Provinsi Jambi ini – maka, kepala desa harus mampu menghadirkan sejumlah sarana dan prasarana yang mendukung program pertanian. Derngan dukungan “bengkok” yang ada, sangat tidak cukup untuk mendanai seluruh kebutuhan infrastruktur yang diharapkan. Dan pembangunannya pun praktis perlu waktu. Tidak cukup dibangun dalam tenggang waktu dua atau tiga tahun. Sementara, mengefektifkan programnya juga perlu waktu lagi. Menjadi persoalan waktu juga ketika dikaitkan dengan sumber daya manusia di sektor pertanian. Kesimpulannya, perpanjangan masa jabatan kepala desa memang cukup rasional dan proporsional jika memang harus diperpanjang.

“Perpanjangan masa jabatan kepala desa diharapkan bisa memaksimalkan kinerjanya, sehingga keberadaannya sebagai pemimpin di desanya berguna bagi masyarakatnya”, ujar M. Syukur, anggota DPD RI yang kini memasuki periode ketiga ini sembari menambahkan, jabatan kepala desa bukanlah jabatan yang harus dibanggakan. Tapi, bagaimana kepemimpinannya dapat memberikan manfaat kepada masyarakatnya. Inilah pertanggungjawaban moral selaku kepala desa di hadapan rakyatnya, di samping kepada sang Khaliqnya.

Satu hal lagi yang perlu digaris-bawahi, lanjut Syukur, bahwa jabatan kepala desa yang proses pemilihannya benar-benar secara langsung, terbuka dan demokratis sering mengakibatkan polarisasi pasca pemilihan. Ketegangan sosial antar pemilih yang berbeda kandidatnya cenderung lama pulihnya. Maklum, kedewasaan berpolitiknya masih terbatas. Suasana batiniah ini juga menelan waktu tersendiri, sehingga kepala desa terpilih harus membangun kerangka harmonisasi. Dan itu tidak mudah. Juga, tidak sebentar. Dampak politik ini mempengaruhi ketidakmaksimalan kepala desa dalam menjalankan peran dan fungsinya.

“Jadi, sungguh tepatlah perpanjangan masa jabatan kepala desa itu: dari enam tahun menjadi sembilan tahun”, pungkas Syukur

Disisi lain Syukur juga meminta kepada pemerintah pusat konsisten melaksanakan amanat UU Desa dengan mendukung penguatan otonomi di level pemerintahan desa, karena selama ini pemerintah masih menganggap desa sebagai  operator saja sehingga kebijakan-kebijakan yang menyangkut desa banyak yang diseragamkan, padahal masing-masing desa punya corak dan karakter yang berbeda-beda.

“Pemerintah perlu memberikan keleluasaan kepada kepala desa untuk  menjalankan pemerintahan secara otonom yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing desa, agar tercapai percepatan kesejahteraan masyarakat ditingkat pedesaan” ungkap Syukur sembari menegaskan kembali bahwa niat dan kepedulian DPD RI terkait perpanjangan kepala desa dan  masalah otonomi desa jangan dijadikan dalih bagi kepala daerah atau presiden untuk ikut juga memperpanjang masa jabatan. Situasi dan medan kepentingannya sungguh berbeda.


Anggota Terkait :

H. M. SYUKUR, S.H., M.H.