image

Mengingat Lopa Agar Tak Lupa

Jumat, 12 Juli 2019 17:15 WIB

Keriuhan terjadi selepas sholat jumat di Ruang Presentasi Perpustakaan MPR, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, 12 Juli 2019. Pada hari itu, Sekretariat Jenderal (Setjen) MPR bekerja sama dengan Kerukunan Keluarga Mandar Sulawesi Barat menggelar acara bedah buku.  Antusias masyarakat dan penggemar buku datang dalam acara itu sebab buku yang berjudul ‘Lopa Yang Tak Terlupa’ dikupas oleh para pakar, terutama dalam bidang yang selama ini digeluti Lopa, hukum.

Buku yang diproduksi oleh Penerbit Imania itu memiliki tebal X + 336 halaman. Karya Alif We Onggang itu ditulis sejak tahun 2001. Dalam buku bersampul warna biru itu terpampang sketsa wajah Baharuddin Lopa. Lopa, pria kelahiran 27 Agustus 1935, di Pambusuang, Polewali Mandar, Sulawesi Selatan, merupakan sosok yang penting dalam dunia hukum dan kehakiman, sehingga tak heran bila Presiden Abdurrahman Wahid dalam sampul buku memuji sikap Lopa.

Anggota MPR dari Kelompok DPD, Muhammad Asri Anas, dalam sambutan acara mengatakan, mengenang sosok Lopa seperti membayangkan oases keadilan. “Ketika ada ketidakadilan dalam hukum maka sosok Lopa menjadi perbincangan”, ujar pria yang juga menjadi Ketua Kerukunan Keluarga Mandar Sulawesi Barat itu. Sosok Lopa, lebih lanjut dikatakan oleh Asri Anas merupakan panutan dan menjadi contoh dalam penegakan hukum dan keadilan. “Saat debat Calon Presiden 2019, baik Joko Widodo maupun Prabowo menginginkan penegakan hukum seperti apa yang pernah dilakukan Lopa”, tuturnya. “Bila membayangkan Lopa maka kita membayangkan keadilan”, tambahnya.

Sebagai anak suku Mandar, Asri Anas menyatakan Lopa tidak hanya menjadi kebanggaan suku Mandar namun juga menjadi kebangaan Indonesia. Untuk itu profil Lopa akan terus disempurnakan penulisannya dan diharapkan menjadi pegangan semua dalam penegakan hukum yang benar. “Terima kasih kepada penulis”, ujarnya. Bagi Asri Anas, sosok Lopa merupakan sosok yang selalu menarik untuk dibicarakan. Lopa menjadi penegak hukum yang tegas, menurut Asri Anas karena budaya Mandar yang mengajarkan seperti itu. “Kalau dibilang A ya A, kalau dibilang benar ya benar, kalau dibilah putih ya putih”, ucapnya.

Kabiro Humas Setjen MPR, Siti Fauziah, dalam kesempatan itu mengatakan Perpustakaan MPR kerap membahas dan membedah buku-buku penting. Buku yang dibincangkan dalam acara itu menurutnya perlu diketahui oleh masyarakat. “Kali ini kita membahas buku Bapak Lopa”, ujarnya. Siti Fauziah menyebut dalam buku itu bercerita profil dan upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Lopa. “Buku ini sangat penting dan perlu dibaca”, paparnya. Lebih lanjut dikatakan, banyak pikiran yang dituangkan dalam buku sehingga kehadirannya di tengah masyarakat sangat bermanfaat.

Pembicara Dr. Rahmat Hasanuddin, Prof. Dr. Andi Hamzah, Dr. Arief Mulyawan, Prod. Dr. Muhammad Amri, dan dimoderatori M. Ichsan Loulembah mengupas sepak terjadi dari Lopa yang pernah menjadi Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Indonesia, 9 Februari 2001 – 2 Juni 2001; dan Jaksa Agung Indonesia, 2 Juni 2001 – 3 Juli 2001.