image

Perencanaan Pembangunan Tak Boleh Lepas Dari Karakter Bangsa

Selasa, 08 Desember 2015 13:12 WIB

Pada tanggal 8 Desember 2015, bertempat di Gedung Nusantara IV, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Fraksi Partai Demokrat di MPR menggelar sarasehan dengan tema "GBHN atau Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional"

Dalam sarasehan yang diikuti oleh ratusan orang ini menghadirkan narasumber seperti pimpinan Fraksi Partai Demokrat Siti Mufattahah, Kepala Biro Humas MPR Ma'ruf Cahyono, Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Dwi Astuti Wulandari, anggota Lembaga Pengkajian MPR Yusyus Kuswandana, dan Anggota Badan Pengkajian MPR Muslim.

Dalam sambutan, Siti Mufattahah mengatakan MPR adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang mengubah UUD. MPR juga sebagai lembaga perwakilan dan demokrasi untuk menyalurkan aspirasi masyarakat.

Sebelum reformasi, MPR adalah lembaga tertinggi yang mempunyai wewenang seperti memilih Presiden dan Wakil Presiden, mengubah UUD, dan membuat GBHN namun setelah reformasi, kedudukan MPR bukan sebagai lembaga tertinggi lagi, sejajar dengan lembaga negara lainnya dan kewenangannya terbatas.

Dalam era reformasi, GBHN pun dihilangkan yang pada era Orde Baru dijadikan pedoman dalam pembangunan. Sekarang pedoman itu diganti dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah yang berlaku 20 tahun. Rencana pembangunan ini dikatakan Siti Mufattahah tidak lagi dibuat oleh MPR namun oleh DPR dan Presiden.

Perencanaan pembangunan menurut Siti Mufattahah merupakan sangat penting. "Perencanan pembangunan sangat penting," ujarnya. Pembangunan nasional dikatakan sebagai rangkaian seluruh kegiatan yang dilakukan pada seluruh aspek kehidupan yang harus sesuai dengan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.

Pembangunan nasional bagi Siti Mufattahah harus dilakukan secara berencana, menyeluruh, dan bertahap. Diakui oleh Siti Mufattahah, berbagai pembangunan telah dilakukan semasa Presiden Soekarno, Soeharto hingga saat ini secara berkelanjutan. Ditegaskan oleh Siti Mufattahah, pembangunan harus dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Ditegaskan lagi bahwa pembangunan yang dilakukan tak boleh lepas dari karakter bangsa.

Untuk itu dirinya menyambut baik kegiatan yang diselenggarakan oleh MPR sebagai lembaga yang mewadahi aspirasi politik dan daerah. "Dengan sarasehan ini kita harapkan gagasan baru yang bisa untuk berkontribusi pada bangsa," ujarnya.

Dikatakan oleh Yusyus bila pola perencanan pembangunan mengikuti GBHN maka MPR harus dikembalikan sebagai lembaga tertinggi. Pembangunan dengan menggunakan GBHN maka perencanaan pembangunan ini akan mengikat seluruh komponen rakyat. Sedang pola pembangunan yang menggunakan undang-undang yang dibuat oleh Pemerintah dan DPR, rencana pembangunan itu hanya mengikat Presiden dan jajaran di bawahnya, yakni pemerintah daerah.