image

Peringatan Hari Santri 22 Oktober, Gus Jazil: Masalah Antara Agama dan Negara Sudah Tuntas

Selasa, 20 Oktober 2020 10:52 WIB


 
Pada 19 Oktober 2020, di kawasan Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Provinsi Banten; MPR menggelar Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika atau yang lebih dikenal dengan Empat Pilar MPR. Hadir dalam sosialisasi yang bertema ‘Semangat Hari Santri dan Penguatan Empat Pilar MPR Untuk Indonesia Maju’, Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid, anggota MPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Mohammad Rano Alfath, Ketua GP Ansor Tangerang Selatan Ahmad Fauzi, Ketua GP Ansor Ciputat Timur Fauzul Arif; dan Rois Syuriah NU Ciputat Timur KH. Imam Abda.  
 
Di hadapan ratusan peserta yang mayoritas anak-anak muda, Jazilul Fawaid menuturkan sosialisasi yang digelar merupakan rangkaian untuk memperingati Hari Santri, 22 Oktober. Dipaparkan, dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, Proklamasi 17 Agustus 1945, Deklarasi Resolusi Jihad 22 Oktober 1945, dan Pertempuran di Surabaya pada 10 November 1945, merupakan satu rangkaian perjuangan. “Ada peristiswa besar di Indonesia yang terjadi dalam satu hentakan,” ungkap Wakil Ketua Umum DPP PKB itu.
 
Hari Santri, menurut pria asal Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, itu sangat unik. “Di dunia yang memperingati Hari Santri hanya ada di Indonesia,” ungkapnya. Ditegaskan bahwa Hari Santri bukan milik satu golongan namun milik seluruh ummat Islam. “Hari Santri adalah suatu semangat di mana agama bisa bertemu dengan paham nasionalisme,” ungkapnya. “Itu disebut santri,” tambahnya. Dari definisi itu, Jazilul Fawaid yakin santri tidak akan pernah berubah pikiran untuk mempertentangkan antara agama dengan negara. Oleh sebab itu dengan Hari Santri akan semakin menguatkan bahwa masalah antara agama dengan negara sudah tuntas.
 
Pria yang akrab dipanggil Gus Jazil itu membandingkan semangat perjuangan pada masa lalu dan masa sekarang. Dikatakan, pada masa perjuangan merebut kemerdekaan, musuh bangsa ini jelas, “Jepang dan Belanda sebagai penjajah,” ungkapnya. Sebab musuhnya penjajah maka musuh yang dihadapi Nampak di depan mata. “Kita berjuang di medan pertempuran untuk mengusir mereka,” ujarnya.
 
Dalam masa mengisi kemerdekaan, musuh bangsa ini tetap ada namun dalam menghadapi tidak harus dengan melawannya di medan pertempuran. “Musuh kita saat ini adalah kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan,” ungkapnya. “Sebab bentuknya tidak fisik sehingga susah menghadapinya,” tambahnya.
 
Mengisi kemerdekaan menurut Jazilul Fawaid banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Dirinya berharap dengan semangat Empat Pilar dan Hari Santri, apa yang menjadi pekerjaan besar bangsa Indonesia seperti kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan, bisa diselesaikan. Saat ini Jazilul Fawaid kecewa sebab bangsa ini justru lebih sibuk dengan masalah-masalah yang tidak produktif, seperti banyaknya hoaks. “Untuk itu kita perlu merenungkan kembali apa tujuan kita bernegara,” tegasnya.