image

Rapat Pleno Khusus Lemkaji Undang Panglima TNI, Menhan dan Gubernur Lemhanas

Rabu, 27 Februari 2019 19:59 WIB

Jakarta- Lembaga Pengkajian (Lemkaji) MPR RI menggelar Rapat Pleno Khusus dengan mengundang Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Menteri Pertahanan RI Jenderal TNI (Purn.) Ryamizard Ryacudu dan Gubernur Lemhannas RI Letjend TNI (Purn.) Agus Widjojo, di Ruang GBHN, Gedung Nusantara V, Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (27/2/2019).

Rapat pleno tersebut juga dihadiri Wakil Ketua MPR RI Dr. H. Mahyudin, S.T, M.M serta para Pimpinan Lemkaji MPR Rully Chairul Azwar, Jafar Hafsah, Prof. Syamsul Bahri dan para anggota Lemkaji MPR.

Dalam sambutannya pada rapat pleno tersebut, Mahyudin mengungkapkan sesuai tugas dan wewenang MPR sesuai UU No.17 Tahun 2014 atau UU MD3 adalah membuat kajian ketatanegaraan berkaitan dengan pelaksanaan UUD.

“Lemkaji adalah salah satu unsur pelaksana amanah UU untuk membuat kajian tersebut. Untuk itu perlu tambahan masukan dan pemikiran dari elemen-elemen bangsa tentang berbagai isu yang dikaji dan saya mengapresiasi Panglima TNI, Menhan dan Gubernur Lemhannnas bersama-sama berdiskusi, memberikan sumbangsih pemikiran buat lembaga MPR ini tentang ketatanegaraan kita,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Lemkaji sekaligus Pimpinan rapat Rully Chairul Azwar mengatakan lembaga yang dipimpinnya kali ini mengundang Panglima TNI, Menhan dan Gubernur Lemhannas menjadi narasumber untuk memberikan pemaparan dan masukan materi pembahasan utama mengenai ‘Pertahanan, Keamanan dan Wilayah Negara’.

Kepada para narasumber, Rully mengungkapkan bahwa Lemkaji memang sedang mengkaji persoalan yang berkaitan dengan pertahanan, keamanan dan wilayah negara berdasarkan UUD NRI Tahun 1945. Dalam Pleno ini pembahasan lebih fokus ke masalah pertahanan. Sedangkan untuk materi keamanan akan dibahas nanti dengan unsur dari Polri.

“Kami mencatat ada beberapa persoalan yang terkait dengan pertahanan yang menjadi isu di masyarakat. Misalnya tentang sistem Hankamrata sesuai amanah UUD NRI Tahun 1945 Pasal 30 ayat (2) apakah masih relevan. Kami melihat tentu masih relevan karena ancaman masih terlihat tapi bentuknya tidak seperti dulu saat para founding fathers kita merumuskan. Waktu itu ancaman fisik jelas terlihat tapi saat ini ancaman fisik jauh lebih sedikit dan tidak terlihat. Yang terlihat adalah ancaman proxy war dan cyber war. Lalu soal hubungan TNI dan Polri dalam tugas di lapangan. Hal-hal itulah antara lain yang kami kaji dan kami minta masukan serta pandangan dari unsur pertahanan RI. Selain itu masih ada lagi misalnya soal pemisahan TNI Polri, industri pertahanan, intelijen, dan tentang tindak pidana terorisme,” terangnya.

Dalam paparan awal Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengungkapkan bahwa dalam masalah pertahanan, Presiden RI telah memberikan kewenangan penuh kepada Menteri Pertahanan untuk melaksanakan pertahanan negara dari segala ancaman yang ada.

“Adapun ancaman terhadap pertahanan negara dilihat dari hakikat ancaman, dari situlah kita bisa mengatasinya. Selain itu dilihat juga dari postur alat pertahanan negara yakni TNI bagaimana kekuatan personilnya, bagaimana alutsistanya, lalu dikondisikan dengan hakikat ancaman sehingga kita bisa mengatasinya secara efektif dan efisien. Jadi dalam menghadapi ancaman, tidak asal beli alutsista dan tidak asal mengerahkan semua kekuatan pertahanan tapi tidak tahu arahnya,” katanya.

Hakikat ancaman, lanjut Ryamizard, adalah, pertama ancaman yang belum nyata yakni perang terbuka antar negara. Perang terbuka saat ini kurang diminati, jamanya sudah beda. Di negara-negara Asia saja sudah komitmen jika ada masalah diselesaikan secara baik-baik dan selama ini kawasan Asia baik-baik saja.

Tapi, ancaman yang belum nyata akan menjadi nyata jika memenuhi unsur, kalau kedaulatan terganggu, keutuhan negara terganggu dan keselamatan bangsa terganggu. “Jika itu terjadi baru kita perang dan perangnya bersifat semesta secara fisik dan non fisik,” tegasnya.

Ancaman berikutnya adalah ancaman yang nyata yang sangat jelas menganggu yakni aksi terorisme, pelanggaran perbatasan, pemberontakan, narkoba, bencana alam yang berulang-ulang, dan cyber intelijen. Ancaman inilah yang sangat nyata sekali. Untuk itulah seluruh kekuatan personil dan alutsista harus dikerahkan untuk menghadapi ancaman yang nyata. Sedangkan menghadapi ancaman yang belum nyata waspada saja.

Panglima TNI dalam paparannya mengatakan, dalam menjaga keutuhan wilayah, terutama di wilayah perbatasan TNI mengambil langkah-langkah sesuai kebijakan pemerintah hal ini dilakukan agar penanganan tidak semata-mata penanganan keamanan tapi lebih komprehensif lagi berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat.

“Karena tugas pokok TNI dalam bidang pertahanan adalah menegakkan kedaulatan negara, pertahankan keutuhan wilayah NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD NRI tahun 1945, dan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara,” ujarnya.

Yang menarik adalah penjelasan dan evaluasi Panglima TNI seputar ‘gesekan’ TNI Polri. Menurut evaluasi Panglima, penyebab hal tersebut adalah karena provokasi, karena mental oknum yang tidak baik, karena disiplin oknum yang rendah, karena kesenjangan kesejahteraan dan karena serta overlapping tugas.

Dalam pemaparan terakhir, Gubernur Lemhannas Agus Widjojo menyampaikan pesan bahwa jika membahas soal pertahanan negara walaupun ada pemisahan kata antara pertahanan dan keamanan, namun jika berbicara soal pertahanan sulit rasanya tidak menyentuh keamananan atau peran Polri.

“Intinya peran TNI dan Polri dalam pertahanan negara terutama untuk melindungi segenap bangsa Indonesia adalah peran yang penting dan sangat dibutuhkan rakyat Indonesia,” tandasnya.