image

Seminar Badan Pengkajian MPR Di Manado

Jumat, 16 Oktober 2015 15:10 WIB

Manado- Badan Pengkajian MPR RI dalam menjalankan kewenangannya pasca pembentukan, melakukan serap aspirasi ke berbagai elemen masyarakat di seluruh wilayah Indonesia dengan berbagai metode salah satunya dengan penyelenggaraan seminar nasional.

Kali ini, hari ini, Jumat ( 16/10 ), Badan Pengkajian MPR dan Pusat Pengkajian MPR Sekretariat Jenderal MPR RI, menyambangi kota Manado dengan menggelar Seminar Nasional Badan Pengkajian MPR RI bekerja sama dengan Universitas Manado dengan mengangkat tema sentral ' Penataan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Memperkuat Pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman dan Prinsip Negara Hukum'.

Acara yang diselenggarakan di ballroom Swissbell Hotel kota Manado ini menampilkan narasumber pakar akademisi di kota Manado yakni, pakar hukum dan politik Unima DR. Adensi Timomor, pakar hukum tata negara Universitas Sam Ratulangi DR. Rafli Pinasang, SH, MH, dan pakar administrasi negara Unima DR. Charles Tangkau, MAP dengan diikuti sekitar 300 mahasiswa berbagai fakultas Universitas Manado dan Universitas Sam Ratulangi.

Pimpinan Badan Pengkajian MPR RI Martin Hutabarat yang dalam kesempatan tersebut didaulat membuka acara seminar secara resmi mengatakan bahwa munculnya lembaga Mahkamah Konstitusi adalah ekses dari era reformasi.  MK muncul pasca UUD mengalami amandemen di era reformasi.

"Sejak Agustus 1945 sampai dengan 1998 UUD 1945 tidak ada yang berani melakukan revisi atau perubahan dan lembaga MK belum ada. Begitu reformasi muncul, sesuai tuntutan reformasi, dilaukanlah perubahan UUD 1945, di era itulah MK dibentuk dengan kewenangan melakukan pengadilan konstitusi.  Melalui MK rakyat bisa mengajukan uji materi terhadap UU yang dirasa tidak sesuai dengan konstitusi negara," ujarnya.

Negara-negara modern, lanjut Martin, juga memfungsikan lembaga semacam MK sebagai peradilan konstitusi. Pertanyaan besarnya adalah, sejak 12 tahun melihat peranan dan sepak terjang MK, apakah pelaksanaannya sudah sesuai dengan cita cita reformasi atau tidak. Apakah sudah sesuai dengan cita-cita hukum Indonesia atau tidak.

"Bangsa ini harus memikirkan dan kalau perlu melakukan evaluasi terhadap kinerja MK rakyat berhak untuk itu. Sayangnya MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara seperti waktu jaman orba, sehingga rakyat tidak lagi memiliki akses untuk mengetahui kinerja lembaga negara seperti MK," katanya.

Kewenangan MK, lanjut Martin, sangat besar. MK diberikan kewenangan oleh UU sangat besar. Apapun yang menjadi putusan MK tidak ada lembaga manapun yang mampu merubahnya kembali.  Kewenangan sebesar itu harus dibentuk sistem pengawasan dan evaluasi oleh rakyat dan diatur dalam sistem ketatanegaraan.

Pakar administrasi negara Universitas Manado Charles HS Tangkau mengatakan bahwa keberadaan MK merupakan institusionalisasi perkembangan konsep negara modern yakni negara hukum dan demokrasi.  Kedaulatan rakyat dimanifestasikan dalam bentuk aturan hukum penyelenggaraan negara.

"Aturan hukum tersebut berpuncak kepada konstitusi sebagai wujud perjanjian sosial seluruh rakyat yang dibentuk secara demokratis. Konstitusi selanjutnya diterjemahkan dalam ketentuan hukum yang lebih rendah dan bersifat operasional," terangnya.

Rektor Universitas Manado Prof.Dr.Ph.E.A. Tuerah, MSi, DEA mewakili civitas akademika Universitas Manado mengatakan sangat mengapresiasi upaya yang dilakukan Badan Pengkajian MPR RI melakukan serap aspirasi di lingkungan kampus Unima.

"Kegiatan ini adalah upaya besar MPR untuk meminta masukan dan menyerap aspirasi rakyat untuk kemudian dilakukan pengkajian yang sangat intensif soal seputar sistem ketatanegaraan Indonesia. Saya harapkan masukan dari peserta tentang apa saja yang menjadi buah pikir yang sesuai dengan kondisi yang anda alami kepada MPR. Masukan dari kita semua akan menjadi bahan masukan dan kajian di Badan Pengkajian MPR RI," pungkasnya./der