image

HNW: Tutup Museum Holocaust Bukti Solidaritas Indonesia Dengan Palestina

Minggu, 06 Februari 2022 19:10 WIB

Jakarta,- Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, M.A mengkritisi dukungan terhadap berdirinya Museum Holocaust di kawasan yang mayoritas penduduknya beragama Kristiani. Yaitu di Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara, pada 27 Januari 2022. "Di tengah kesadaran kolektif masyarakat internasional, membela Palestina dari teror dan penjajahan Israel terhadap Bangsa Palestina baik yang beragama Islam maupun Kristiani. Beberapa lembaga internasional, bahkan menyebut Israel mempraktekkan politik apartheid terhadap Bangsa Palestina baik Muslim maupun Kristiani. Dengan tegas Presiden Jokowi, Pemerintah dan Parlemen RI mendukung kemerdekaan Palestina dari penjajahan Israel. Maka Bupati Minahasa semestinya tidak mendukung berdirinya Museum Holocaust di Tondano yang sangat erat dengan whitewashing penjarahan dan penjajahan Israel terhadap Palestina. Termasuk terhadap warga Palestina yang beragama Kristiani,” demikian dinyatakan pria yang akrab disapa HNW ini melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (6/2/2022).

Anggota Komisi VIII DPR RI ini mengingatkan agar semua pihak lebih serius menjaga  kerukunan antar umat beragama di Indonesia dengan tidak terjebak oleh manuver pihak Israel dalam menutupi tindak kejahatannya terhadap rakyat Palestina dengan beragam latar agamanya, baik kalangan Muslim maupun Kristen. Sebagaimana dinyatakan  lembaga-lembaga internasional seperti UN ESCWA, Human Rights Watch, dan Amnesty Internasional, bahwa Israel menjalankan penjajahan juga memberlakukan sistem apartheid. Israel Menjadikan  Yahudi sebagai warga utama, dan mendiskriminasi warga Muslim dan Kristen di Palestina sehingga menjadi warga kelas dua. Bangsa Palestina dipecah belah, komunitas mereka tercerai-berai; ada yang dikawasan pendudukan Israel, di Tepi Barat maupun dalam isolasi di Gaza.  

Sekitar 50% dari Muslim Palestina sampai sekarang juga diaspora menyebar di berbagai Negara dan Benua. Demikian juga Warga Kristiani Palestina. Zionis Israel juga menyasar mereka, sehingga pada tahun 1948, saat penjarahan itu memproklamasikan negara Israel, sekitar 50.000an Warga Kristiani Palestina terusir dari Palestina. Sebanyak 50% kekayaan mereka dirampas oleh penjajah zionis Israel. Kejahatan Israel terhadap warga Palestina baik Muslim maupun Kristiani, terus berlanjut, sehingga pada tahun 1967 tak kurang dari 55.000 warga Kristiani Palestina bermigrasi ke Amerika Serikat. Banyak juga yang menjadi diaspora di Amerika Selatan. Bahkan menurut Walikota Betlehem, penduduk Kristiani di Betlehem mengalami penurunan drastis akibat penjanjahan Israel. Pada  1948 saat berdirinya negara penjajah Israel, 86% penduduk Betlehem adalah Warga Palestina Kristiani. Tapi tahun 2012 warga Kristiani penduduk Betlehem tinggal 12%, di tengah mayoritas mutlak penjajah Israel.

Maka wajar kata Hidayat  bila diantara pejuang kemerdekaan Palestina juga tokoh dari kalangan Kristiani seperti George Habash pendiri Front Rakyat Untuk Pembebasan Palestina, juga Nayef Hawatmeh. Mereka bersama Pejuang Palestina Muslim melawan penjajahan zionis Israel, yang telah merusak suasana kehidupan beragama yang damai dan toleran diantara warga Palestina naik Muslim maupun Kristiani. Dan telah menghadirkan teror, penjarahan serta  penjajahan terhadap warga Palestina baik yang muslim maupun Kristiani.  Selain kejahatan kemanusiaan zionis Israel terhadap Masjid alAqsha dan rumah-rumah peribadatan dari kalangan umat Islam, zionis Israel juga melakukan kejahatan keagamaan terhadap warga Kristiani Palestina.

Pada tahun lalu, menurut Hidayat perayaan keagamaan Kristen mendapat diskriminasi dan gangguan oleh Israel. Umat Kristen Palestina dihambat untuk merayakan Natal di Bethlehem tempat kelahiran Yesus, maupun merayakan Paskah di Yerusalem. Oleh karenanya tidak heran jika para pimpinan keagamaan Kristen di Palestina seperti Patriark Ortodoks di Yerusalem Teofilos III, National Coalition of Christian Organizations in Palestine, Uskup Lutheran Palestina Munib Younan, Mendiang Uskup Cape Town Desmond Tutu, dan para tokoh agama Kristen ternama lainnya berulang kali mendesak dunia agar membela umat Kristen Palestina yang terancam eksistensinya maupun keseharian beragamanya akibat penjajahan dan teror zionis Israel.

"Sebagai bagian dari Bangsa Indonesia yang menolak penjajahan, mendukung kemerdekaan dan perdamaian serta toleransi antar umat beragama, maka wajarnya, kita semuanya  bersama pemerintah, ikut memberikan solidaritas, membela saudara-saudara kita di Palestina.  Bkan hanya Muslim Palestina saja yang menjadi korban teror dan penjajahan Zionis Israel, melainkan warga juga yang beragama Kristen. Semuanya baik Muslim maupun Kristiani, sama-sama menjadi korban kejahatan kemanusiaan yang terus dipraktekkan pihak Zionis Israel, pihak yang mengaku menjadi korban dari holocaust, dan yang menjadikan holocaust sebagai alibi untuk mendapatkan simpati publik dan legitimasi kolonialisme mereka atas Palestina baik Muslim maupun Kristiani. Mmbuka Museum Holocaust di Indonesia, yang kerukunan beragama antar warganya berjalan baik, di samping bahwa Indonesia tidak meratifikasi Deklarasi Stockholm Tahun 2000 mengenai Antisemitisme serta segala turunannya yang dipromosikan oleh IHRA (International Holocaust Remembrance Alliance), serta Indonesia yang mendukung Palestina merdeka menolak penjajahan Israel, semestinyalah bila Museum Holocaust sebagai alat propaganda bagi negara zionis Israel, dihentikan. Agar kerukunan antar umat beragama Islam dan Kristiani di Indonesia  tetap terjaga, tidak terkoyak akibat manuver dari kelompok zionis dan pendukung-pendukungnya,  sebagaimana  terjadi di Palestina,” tegas HNW.

Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini juga menyampaikan agar warga Indonesia umumnya dan Sulawesi Utara khususnya, tidak lupa bahwa komitmen Indonesia mendukung kemerdekaan serta menentang segala bentuk penjajahan adalah komitmen historis dan konstitusional yang telah disepakati oleh seluruh elemen bangsa. “Sejarah mencatat bahwa Piagam Jakarta yang jadi pembukaan UUD 1945 dengan Alinea 1 mencantumkan mendukung kemerdekaan dan menolak segala bentuk penjajahan, itu juga dibuat dan disetujui oleh tokoh Kristen dari Sulawesi Utara yaitu Mr. A.A. Maramis. Setelah itu  poin tersebut tidak dikoreksi atau pun ditolak oleh Mr. J. Latuharhary pada perumusan final UUD NRI 1945, karena yang ditolak hanyalah 7 kata dalam sila 1. Latuharhary selaku wakil Kristen dari Indonesia Timur tidaklah menolak kesepakatan terhadap alinea 1 Pembukaan UUD NRI 1945. Pun pada masa selanjutnya ketika Bung Karno tidak mengundang israel hadir dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955 dan justru mengundang tokoh Palestina, juga tidak ada tokoh Kristiani yang mempermasalahkan hal itu. Artinya sejarah Bangsa Indonesia mencatat bahwa para tokoh Kristen pendiri bangsa setuju dengan prinsip dan sikap negara Indonesia untuk mendukung Palestina merdeka dan menolak penjajahan Israel. Jadi sikap kenegarawan itulah yang mestinya menjadi pegangan kita semua, agar terus bisa menjaga harmoni, toleransi dan kerukunan antar umat beragama di Indonesia,” ungkap HNW.

HNW menyarankan kepada Bupati Minahasa agar merealisasikan solidaritas nyata terhadap nasib dan perjuangan umat Kristen Palestina, khususnya, dengan menutup Museum Holocaust di Tondano. “Apalagi museum itu dibuka atas kerja sama dengan Museum Yad Vashem Israel yang dipimpin Dani Dayan, seorang tokoh besar pemukiman ilegal Israel di Tepi Barat, yang ditolak oleh PBB. Dengan demikian, pembukaan museum tersebut, selain kontraproduktif terhadap upaya pemerintah Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina, juga jangan sampai diartikan sebagai adanya dukungan terhadap pelanggaran hukum internasional yang  dilakukan oleh Israel. Tragedi Holocaust  yang dahulu terjadi tentu kita kutuki, tetapi seharusnya itu juga menjadi pelajaran bagi zionis Israel untuk tidak mengulangi, dan karenanya tidak melakukan hal sejenis kepada Bangsa Palestina baik yang Muslim maupun Kristiani. Sayangnya, justru itu masih terus berlangsung. Dan dalam konteks sikap resmi Negara dan Parlemen Indonesia, seharusnya peristiwa holocaust juga tidak membuat kita menjustifikasi teror, penjajahan dan kejahatan Israel terhadap saudara-saudara kita di Palestina baik yang Muslim maupun Kristen. Oleh karena itu seharusnya Bupati Minahasa segera mengakhiri aktivitas Museum Holocaust di Tondano, agar tak ditunggangi pihak-pihak tertentu untuk menghadirkan simpati dan dukungan bagi normalisasi dengan Israel. Penutupan itu juga perlu dilakukan agar tak mengganggu kerukunan antar umat beragama di Indonesia, dan demi menjaga toleransi terhadap sikap Umat Islam dan Negara dalam menjalankan amanat sejarah dan konstitusi negara Indonesia yang menolak penjajahan dan mendukung perjuangan Palestina Merdeka baik yang warganya beragama Islam maupun Kristiani,” tutup HNW.


Anggota Terkait :

Dr. H. M. HIDAYAT NUR WAHID, M.A.