image

Wacana angket, Wakil Ketua MPR: Kontraproduktif, sebaiknya gunakan mekanisme hukum yang tersedia

Minggu, 25 Februari 2024 11:31 WIB

Wakil Ketua MPR, Syarief Hasan menilai wacana pengajuan hak angket menyikapi penyelenggaraan Pemilu 2024 adalah langkah yang tidak perlu dan kontraproduktif. Hak angket memang hak konstitusional yang melekat di lembaga legislatif, namun jika ingin mempertanyakan pelaksanaan dan hasil Pemilu 2024, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sudah mengatur mekanismenya. Hak angket justru terkesan menjadi bias dan bertendensi politis.

“DPR memang punya hak mengajukan angket. Namun menyikapi pesta demokrasi yang telah berjalan demokratis ini, semua pihak harus mengedepankan kebijaksanaan kolektif, menurunkan tensi politik, menunggu semua proses Pemilu rampung. Saat ini, KPU dan Bawaslu tengah menyelesaikan tugasnya, maka sudah saatnya menunggu tugasnya rampung. Hak angket hanya akan menyisakan kegaduhan politik, berdampak pada segregasi sosial politik, dan kenyamanan berusaha,” ujar Anggota Komisi Pertahanan DPR RI ini.

Menurutnya, jika ada pihak yang tidak puas dengan pelaksanaan Pemilu, UU telah mengatur mekanismenya. Sengketa proses diajukan ke Badan Pengawas Pemilu, dan sengketa hasil di Mahkamah Konstitusi. Semuanya bermuara pada kepastian hukum melalui lembaga yudikasi. Bukan melalui hak angket yang merupakan peradilan politik, unjuk kekuatan, dan rawan keterbelahan kebangsaan. Ini justru berbahaya bagi demokrasi dalam jangka panjang.

Mantan Menteri Koperasi dan UKM ini mengajak semua pihak untuk berpikir lebih holistik dan integratif menyikapi pelaksanaan Pemilu ini. Kita telah bersepakat tahun 2024 ini memilih pemimpin politik, nasional maupun daerah. Semua proses pelaksanaannya disepakati dan diawasi bersama, termasuk dalam hal ini proses rekrutmen penyelenggara Pemilu. Semuanya melibatkan lembaga legislatif. Maka jika pelaksanaan Pemilu ini dipertanyakan, bahkan didelegitimasi oleh parlemen, ini justru menyisakan banyak pertanyaan.

“Pemilihan KPU dan Bawaslu dilakukan juga oleh parlemen. Jadwal dan tahapan Pemilu juga disepakati bersama oleh penyelenggara Pemilu bersama-sama dengan DPR, lalu mengapa tugas berat penyelenggara ini kemudian mau dinegasikan? Jika ada anggapan Pemilu bermasalah, atau KPU dan Bawaslu tidak independen, sebaiknya gunakan saja saluran yang tersedia. Menggunakan mekanisme hukum jauh lebih baik dibandingkan unjuk kekuatan politik di DPR. Ujung-ujungnya rakyat juga yang akan menjadi korban,” tutup Syarief.


Anggota Terkait :

Prof. Dr. H. SJARIFUDDIN HASAN, M.M, M.B.A.